Psikologi
Behaviorisme
Behaviorisme
adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada
tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal
psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi
terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan
laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam
bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran
yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada
studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju
dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh
strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari
fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada
proses-proses mental.
Behaviorisme
ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur,
dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika
dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan
berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya.
Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik
akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada
pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari
kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti
sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh
kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.
A.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Aliran psikologi di Rusia dipelopori oleh Ivan Petrovich
Pavlov, dan dikenal sebagai aliran behaviorisme di Rusia. Behaviorisme merupakan
aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada
umumnya. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti psikologi
secara objektif. Mereka berpendapat bahwa kesadarn merupakan hal yang dubious, sesuatu yang tidak dapat
diobservasi secara langsung, secara nyata.
Menurut Pavlov aktivitas organisme dapat dibedakan atas:
1. Aktifitas yang
bersifat refletif,yaitu aktifitas organisme yang tidak disadari oleh organisme
yang bersangkutan.
2. Aktifitas yang disadari, yaitu
aktifitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan.
Pavlov
ingin merintis ke objective psychology,
karena itu metode intropeksi yang tidak digunakan. Ia mendasarkan eksperimennya
atas dasar observed facts, pada
keadaan yang benar-benar dapat diobvervasinya. Eksperimen Pavlov ini banyak
pengaruhnya pada masalah belajar, misalnya pada pembentukan kebiasaan.
Pavlov
dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai
binatangn coba. Anjing dioperasi sedemikian rupa, sehingga apabila air
liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang telah
disediakan. Menurut Pavlov apabila anjing lapar dan melihat makanan, kemudian
mengaurkan air liur ini merupakan respon yang alami, respon yang refleksif yang
disebut sebagai respons yang tidak berkondisi (unconditioned response) yang disingkat UCR.
Apabila
anjing mendengar bunyi bel dan kemudian menggerakkan telinganya, ini juga
merupakan respoon yang alami. Bel sebagi stimulus yang tidak berkondisi (unconditioned stimulus) atau UCS dan
gerak telinga sebagai UCR. Pavlov kemudian meneliti apakah dapat dibentuk pada
anjing suatu perilaku atau respons apabila anjing mendengar bunyi bel lalu
mengeluarkan air liur. Ternyata perilaku dapat dibentuk dengan cara memberikan
stimulus yang berkondisi (conditioned
stimulus) atau CS berbarengan atau sebelum diberikan stimulus yang alami
(UCS) secara berulangkali, sehingga pada akhirnya akan terbentuk respon
berkondisi (contioned response) atau
CR, yaitu keluarnya air liur sekalipun stimulus yang wajar, yaitu makanan tidak
diberikan. Hal tersebut apabila digambarkan akan terlihat sebagai berikut :
CS1+UCS1-------------------------------------------------------------------------- R1 (UCR)
CS2+UCS2
-------------------------------------------------------------------------- R2 (UCR)
CS3+UCS3
-------------------------------------------------------------------------- R3 (UCR)
CS4+UCS4
-------------------------------------------------------------------------- R4 (UCR)
....................................................................................................................................
CSn-1
+ UCSn-1 -------------------------------------------------------------
Rn-1(UCR+CR)
CSn
(CS)--------------------------------------------------------------------------- Rn (CR)
Pada
akhirnya bunyi bel berkedudukan sebagi stimulus yang berkondisi (CS) dan
menguarkan air liur sebagai respon berkondisi (CR). Apabila bunyi bel (CS)
diberikan setelah diberikan makan malam(UCS), maka tidak akan terjadi respon
yang berkondisi tersebut. Salah satu persoalan yang lain ialah apabila telah
terbentuk respon berkondisi apakah dapat dikembalikan ke keadaan semuala.
Ternyata setelah dilakukan eksperimen hasilnya menunjukkan bahwa hal tersebut
dapat, yaitu dengan cara diberikan stimulus berkondisi (CS) berulang-ulang tanpa disertai makanan sebagai
reinforment sehingga pada akhirnya terbentuklah pada anjing bahwa anjing tidak
lagi mengeluarkan air liur apabila terdengar bunyi bel. Ini bearti bahwa anjing
kembali ke keadaan semula, yaitu pada keadaan sebelum terjadinya respons
berkondisi. Keadaan ini yang disebut sebagai experimental extinction. Tetapi apabila dalam keadaan seperti itu
kemudian sekali waktu diberikan lagi makanan sebagai reinforcement, maka akan terjadi lagi respons berkondisi secara
cepat, dan ini disebut sebagai spotaneous
recovery.
B.
Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike
berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Thorndike
memplokamirkan teorinya dalam belajar ia mengungkapkan bahwasanya setiap
makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya itu merupakan hubungan antara stimulus
dan respon adapun teori thorndike ini disebut teori koneksionisme. Belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dalam
artian dengan adanya stimulus itu maka diharapkan timbulah respon yang maksimal
teori ini sering juga disebut dengan teori trial and error dalam teori ini
orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya maka
dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam belajar. Adapun
cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan
ulangan-ulangan.
Dalam
teori trial and error ini, berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme
ini dihadapkan denagan keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis oarganisme
ini memberikan respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bias
juga berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti
ditemukakn respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu
menelurkan perbuatan atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan ini
akan disimpan dalam benak seseoarang atau organisme lainya karena dirasa
diantatara tindakan-tindakan yang paling cocok adalah itu, selama yang telah
dilalakukan dalam menanggapi stimulus dan situasi baru. Jadi dalam teori ini
pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau
situasi baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu
menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus menerus agar lebih
tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap
stimulus.
Dalam
membuktikan teorinya thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing yang
lapar dan kucing itu ditaruh dalam kandang, yang mana kandang tersebut terdapat
celah-celah yang kecil sehingga seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang
berada diluar kandang dan kandang itu bisa terbuka dengan sendiri apabila
seekor kucing tadi menyentuh salah satu jeruji yang terdapat dalam kandang
tersebut. mula-mula kucing tersebut mengitari kandang bebarapa kali sampai ia
menemukan jeruji yang bisa membuka pintu kandang kucing ini melakuakn respon
atu tindakan dengan cara coba-coba ia tidak maengetahui jalan keluar dari
kandang tersebut, kucing tadi melakukan respon yang sebanyak-banyaknya sehingga
menemukan tindakan yang cocok dalam situasi baru atau stimulus yang ada.
Thorndike
melakukan percobaan ini berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang
sama pula. Memang pertama kali kucing tersebut, dalam menemuka jalan keluar
membutuhkan waktu yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumblah yang
banyak pula, akan tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang
tindakan yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka
kucing tadi dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar
dari kandang ia pegang tindakan ini sehingga kucing tadi dalam keluar untuk
mendaptkan makanan tidak lagi perlu mengitari kandang karena tindakan ini
dirasa tidak cocok, akan tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang
menyebabkannya bisa keluar untuk makan.
Hukum-Hukum Belajar dalam teori Thorndike ada
2 yaitu :
·
Hukum kesiapan “Law of Readiness”
Dalam
belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang yang belajar
harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang hendak belajar agar
dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang dituntut untuk memiliki
kesiapan, baik fisik dan psikis, siap fisik seperti seseorang tidak dalam
keadaan sakit, yang mana bisa menagganggu kualitas konsentrasi. Adapun contoh
dari siap psikis adalah seperti seseorang yang jiwanya tidak lagi terganggu,
seperti sakit jiwa dan lain-lain.
Disamping
sesorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam kematangan
dalam penguasaan pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
·
Hukum Latihan”Law of Exercise”
Untuk
menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan untuk merespon suatu stimulus
maka seseorang harus mengadakan percobaan dan latihan yang berulang-ulang,
adapun latihan atau pengulangan prilaku yang cocok yang telah ditemukan dalam
belajar, maka ini merupakan bentuk peningkatan existensi dari perilaku yang
cocok tersebut agar tindakan tersebut semakin kuat (Law of Use). Dalam suatu
teknik agar seseorang dapat mentrasfer pesan yang telah ia dapat dari sort time
memory ke long time memory ini di butuhkan pengulangan sebanyak-banyak nya
dengan harapan pesan yang telah di dapat tidak mudah hilang dari
benaknya.Adapun dalam percobaan Throndike pada seekor kucing yang lapar yang ditaruh
dalam kandang, pertama-tama kucing tadi membutuhkan waktu yang lama untuk
mengetahui pintu kandang tersebut dan untuk menemukan pintu tersebut
membutuhkan pecobaan tingkah laku yang berulang-ulang dan membutuhkan waktu
yang relative lama untuk mendapatkan tingkah laku yang cocok, sehingga kucing
tadi untuk keluartidak membutuhkan waktu yang lama.
·
Hukum Akibat “Law of Effect”
Setiap
organisme memiliki respon sendiri-sendiri dalam menghadapi stimulus dan situasi
yang baru, apabila suatu organisme telah menetukan respon atau tindakan yang
melahirkan kepuasan dan keocokan dengan situasi maka hal ini pasti akan di
pegang dan dilakuakn sewaktu-waktu ia di hadapakan dengan situasi yang sama.
Sedangkan tingkah laku yang tidak melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi
dan stimulus maka respon yang seperti ini aka ditinggalkan selama-lamanya oleh
pelaku. Hal ini terjadi secara otomatis bagi semua binantang (otomatisme).
Hukum
belajar ini timbul dari percobaan thorndike pada seekor kucing yang lapar dan
ditaruh dalam kandang, yang ditaruh makanan diluar kandang tersebut tepat
didepan pintu kandang. Makanan ini merupakan effect positif atau juga bisa
dikatakan bentuk dari ganjaran yang telah diberikan dari respon yang dilakukan
dalam menghadapi situsai yang ada.
Thorndike
mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai mekanismus yang hanya bertindak jika
ada perangsang dan situasi yang mempengaruhinya. Dalam dunia pendidikan Law of
Effect ini terjadi pada tindakan seseoranng dalam memberikan punishment atau
reward . Akan tetapi dalam dunia pendidikan menurut Thorndike yang lebih
memegang peranan adalah pemberian reward dan inilah yang lebih dianjurkan.
Teori Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena dalam
hukum belajarnya ada “Law of Effect” yang mana disini terjadi hubungan antara
tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan tingkah
laku tersebut mendatangkan hasilnya(Effect).
Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh
Thorndik :
1. Pada
saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon yang ia
lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama
walaupun menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan
respon atau tindakan yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang
sedang dihadapkan dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi
dengan respon yang berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang
tua dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam
diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan
respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong
masa depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur
yang penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan
yang diinginkan.
3. Orang
cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti
apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia
mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang
sama karena hal yang sama maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi
tersebut seperti yang ia lakukan seperti dahulu yang ia lakukan.
c.
Burrhus Frederick Skinner (1904-1990)
Skinner
mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun
1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism.
Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant
conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan
yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of
Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the
Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
(Sahakian,1970).
B.F.
Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat
mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya
jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan
positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak
yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai
peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang
dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar
tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana
kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.
Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku
yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan
berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan
positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan
positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan
negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Asumsi Dasar
Skinner memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun
teorinya:
1. Behavior
is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu)
2. Behavior
can be predicted (perilaku dapat diramalkan)
3. Behavior
can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Skinner
juga menekankan mengenai functional analysis of behavior yaitu analisis
perilaku dalam hal hubungan sebab akibat, dimana penyebabnya itu sendiri
(seperti stimuli, deprivation, dsb) merupakan sesuatu yang dapat
dikontrol. Hal ini dapat mengungkapkan bahwa sebagian besar perilaku dalam
kejadian antesedennya berlangsung atau bertempat pada lingkungan. Kontrol atas events ini membuat kita dapat
mengontrol perilaku.
Tipe Perilaku
Skinner mengajukan dua klasifikasi dasar dari perilaku: operants
dan respondents. Operant adalah sesuatu yang dihasilkan, dalam
arti organisme melakukan sesuatu untuk menghilangkan stimulus yang mendorong
langsung. Contohnya, seekor tikus lari keluar dari labirin, atau seseorang yang
keluar dari pintu. Respondent adalah sesuatu yang dimunculkan, dimana
organisme menghasilkan sebuah respondent sebagai hasil langsung dari
stimulus spesifik. Contohnya, seekor anjing yang mengeluarkan air liur ketika melihat
dan mencium bau makanan, atau seseorang yang mengedip ketika udara ditiupkan ke
matanya.
Variasi dalam Intensitas Perilaku
Adanya intensitas perilaku yang bervariasi disebabkan
oleh faktor-faktor lingkungan (environmental variable), misalnya pada dua
orang yang mengkonsumsi makanan dengan kuantitas berbeda. Hal ini bukan berarti
kedua orang tersebut memiliki dorongan makan berbeda. Untuk menganalisanya
perlu dilihat variable lingkungannya, seperti jangka waktu dari makan ke makan
berikutnya.
Peramalan
dan Perubahan Perilaku
Menurut Skinner, cara efektif untuk meramal dan merubah
perilaku adalah dengan menguatkan (to reinforce). Untuk
itu, perlu diketahui hal-hal berikut:
1. Prinsip-prinsip pengkondisian dan belajar.
2.
Penguatan dan pembentukan perilaku
3.
Generalisasi dan diskriminasi stimulus
Jika dilakukan dengan seksama, reinforcement
(penguatan) dapat membuat kita membentuk perilaku dari organisme sehingga dapat
memunculkan perilaku yang diinginkan (dengan proses belajar operant).Hal
tersebut dapat dilihat dari eksperimen Skinner yang terkenal yaitu melatih
merpati untuk mematuk selain makanan (dalam hal ini adalah disk ringan).
Eksperimen ini dumulai ketika seekor merpati lapar diletakkan dalam Kotak
Skinner. Disk dan kotaknya diberi kawat yang memungkinkan respon direkam
dan makanan dikirim ketika merpati mematuk disknya.
Agar merpati mematuk disk untuk pertama kalinya, kita
harus membentuk perilaku dengan catatan mematuk disk merah di dinding bukan
merupakan perilaku normal atau repertoar dari merpati pada umumnya. Karena itu,
kita mulai dengan me-reinforce perilaku yang makin lama makin mendekati
perilaku mematuk disk. Pertama-tama kita latih burung makan dari hopper,
kemudian kita tampilkan makanan hanya ketika burung mendekati disk (dan hopper).
Setelah itu kita reinforce burung hanya ketika kepalanya berada pada
posisi yang paling dekat dengan disk, lalu hanya ketika paruhnya dalam posisi
terdekat dengan disk, dan seterusnya. Akhirnya, ketika merpati mematuk disk
untuk pertama kalinya, kita langsung berikan makanan. Dari sana, merpati akan
terus menerus mematuk dan kita juga terus memberikan makanan. Dalam waktu
singkat, perilaku mematuk akan terjadi dengan cepat.
Hal di atas menunjukkan penjadwalan continuous
reinforcement, yaitu penjadwalan dalam hal tiap kali respon yang benar
diberi penguat. Dengan hal tersebut akan didapatkan perilaku yang diinginkan.
Jika kita berhentikan pemberian penguatan (makanan) kapan saja, maka perilaku
mematuk akan menurun dan lama-kelamaan menghilang. Namun kita juga dapat terus
memberi makanan sebagai penguat dengan waktu yang tidak ditentukan (occasionally).
Kita dapat memberi makanan dalam jadwal fixed interval, misalnya tiap 5
detik sekali. Atau kita juga dapat menggunakan variable interval, dengan
memberi makanan dalam interval waktu yang acak dengan rata-rata yang tetap.
Jadi kita dapat memberi penguatan pada merpati setelah 3 detik, kemudian
setelah 6 detik, kemudian setelah 4 detik, dan seterusnya, dengan interval
rata-rata sekitar 5 detik.
Dalam kondisi fixed maupun variable interval,
merpati akan berespon mematuk secara berkelanjutan. Meskipun sebagian besar
patukan tidak diberi penguat, namun secara rata-rata patukan tersebut akan
terus bertahan. Dengan jadwal variable interval, respon rata-rata
patukan stabil. Dengan jadwal fixed interval, patukan akan menurun
perlahan mengikuti penguatan dan akan naik lagi mendekati penguatan yang akan
dilakukan. Ketika kita akan menghilangkan respon yang dikondisikan oleh
penguatan interval, respon tersebut akan menghilang lebih lambat daripada yang
dikondisikan oleh penguatan continuous.
Kita dapat mendapatkan respon yang lebih tahan dari
pemusnahan (extinction) dengan menggunakan jadwal penguatan sebagai
fungsi dari perilaku organisme itu sendiri. Contohnya, dengan menggunakan fixed
ratio, kita dapat menguatkan perilaku tiap 10 patukan, 20 patukan, atau
berapapun angka dari merpati tersebut. Dengan jadwal variable ratio,
jika kita beri penguat rata-rata tiap 5 patukan, maka kita beri penguat pada
patukan ke-3, patukan ke-8, dst.
Resistensi terhadap pemusnahan paling besar di
penjadwalan penguatan ratio terjadi pada variable ratio dan disusul fixed
ratio. Penjadwalan interval adalah penjadwalan yang lebih buruk
resistensinya terhadap pemusnahan, dengan catatan resistensi fixed interval
lebih buruk daripada variable interval. Resistensi yang paling buruk
terjadi pada penjadwalan berkelanjutan (continous). Dalam kasus merpati
di atas, Skinner menyebut makanan, selain air, sebagai unconditioned
atau primary reinforcer (penguat utama). Namun perilaku manusia pada
umumnya juga bergantung pada conditioned atau secondary reinforces
(penguatan sekunder/tambahan) yang dipasangkan dengan penguat utama dan dapat
pada perilaku manusia (contohnya uang).
D.
John B.Watson (1878-1958)
John
Watson
menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:
a. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural
science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga
introspeksi tidak punya tempat di dalamnya.
b. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya
membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya
adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi.
Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psikologi.
Pandangan utama :
1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons
(S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah
semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon
adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari
tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar.
Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting
3. Dalam kerangka mind-body, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting
3. Dalam kerangka mind-body, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda.
4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
7. Pandangannya tentang memory membawanya pada
pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan
dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata
lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah
kebutuhan.
8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adaljah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adaljah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar